Dampak Police Line Mabes Polri, Gaji Karyawan PT. SRM 3 Bulan Belum Dibayar

AKSARALOKA.COM, KETAPANG-Sejumlah karyawan tambang di Ketapang, Kalimantan Barat, mempertanyakan tentang operasional PT. Sultan Rafli Mandiri (SRM) yang sempat terhenti lantaran ada garis polisi di lokasi perusahaan tambang emas.

Antonius, satu karyawan PT. Sultan Rafli Mandiri mengatakan, dia bekerja sebagai karyawan di PT. SRM sudah sejak Tahun 2019, namun sudah tiga bulan terakhir ini belum menerima upah karena operasionalnya terhenti dan sejumlah fasilitas tambang masih dipasang garis polisi.

“Dampak dari PT. SRM tidak beroperasi
sudah tiga bulan terakhir ini saya bersama karyawan lainya belum menerima upah sehingga hutang menumpuk,” ujar Antonius.

“Saya berharap kepada pak Kapolri untuk membuka garis polisi agar PT. SRM bisa kembali beroperasi,” ucap Antonius.

Sepakat dengan Antonius, Sumiran juga mengungkapkan bahwa dirinya sudah tiga bulan terakhir belum menerima upah dari PT. SRM. Kepada Kapolri dan Presiden, Ia meminta garis polisi yang ada di PT. SRM segera dibuka.

“Pak Presiden dan Kapolri saya minta garis polisi yang ada di PT. SRM agar segera dibuka, supaya perusahaan bisa kembali beroperasi dan upah segera dibayarkan oleh perusahaan,” pinta Sumiran.

Diktakan Sumiran, jika perusahaan tidak segera beroperasi maka nasib para pekerja semakin sulit dan terkatung- katung.

Sementara itu Kepala Teknisi Tambang PT. SRM Syaiful Situmorang, mengatakan bahwa pihaknya mempertanyakan tidak dilakukan pemeliharaan tunel (terowongan) dan terlalu lamanya tidak beroperasinya pabrik dikarenakan dipasangnya Police Line di pabrik pengolahan dan pemurnian emas tersebut.

“Untuk menghindari lebih lama lagi terlantarnya para pekerja dan keluarganya dari masyarakat sekitar lokasi pabrik pemurniaan emas di Ketapang, Kalimantan Barat, dan potensi hilangnya penerimaan negara atas pajak dan royalty dalam jumlah besar yang seharusnya sudah disetor oleh PT. SRM kepada Negara,” ungkap Syaiful.

Ia juga menambahkan akibat mandeknya operasional tambang dikarenakan garis polisi itu di lokasi akan menghambat iklim investasi pada program ekonomi pemerintah RI.

“Dapat merusak iklim investasi pada program ekonomi pemerintah RI yang dicanangkan oleh bapak Presiden RI. Dengan tidak cantumkanya Mulut Tunel (mulut terowongan tambang) pabrik pengolahan dan pemurnian emas beserta peralatnya,” kata Syaiful.

“Dan gudang penyimpanan bahan peledak dalam penetapan Pengadilan Negeri Ketapang tindak tersebut masuk sebagai Tindakan sewenang-wenang (Abuse Of Power-red) dari kepolisian,” sambungnya.

Lebih lanjut Syaiful, menilai bertentangan dengan KUHAP dan merusak tatanan hukum di Indonesia, dengan tidak dikabulkannya oleh polisi permohonan pembukaan/pelepasan police line dengan berdasarkan ketentuan hukum dan surat izin Kementerian ESDM Dirjen Minerba untuk melakukan permohonan pelepasan garis polisi di mulut tunel dan pabrik pengolahan pemurnian emas PT. SRM.

“PT. SRM Perusahaan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) berdasarakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia nomor : 40/1/IUP/PMA/2020 tanggal 23 September 2020 berlaku hingga 9 juni 2030,” ujarnya.

Seperti dilansir situs Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat, Bahwa PT. SRM telah dilaporkan oleh PT. Bukit Belawan Tujuh (BBT) ke Mabes Polri dan dilakukan penyidikan Bareskrim Mabes Polri berdasarkan Surat Laporan Polisi (LP) No : LP/B/0537/IX/2021/SPKT/Bareskrim Polri Tanggal 8 September 2021. Diduga melakukan kegiatan penambangan melampaui batas WIUP dan masuk dalam WIUP PT. BBT dimana IUP PT. BBT telah di cabut oleh Presiden RI pada tanggal 6 Januari 2022 dan telah di umumkan secara resmi dan sah oleh Kementrian ESDM dan Kementerian BPKM dan Investasi pada tanggal 5 April 2022.

Laporan Polisi tersebut masih dalam tahap penyidikan di Subdit 5 Ditipiter Bareskrim Polri dan belum P21 dan LP/A/0697/XI/2021/SPKT.Ditipiter/Bareskrim Polri, tanggal 19 November 2021 atas LP tersebut dalam tahap putusan di Pengadilan Negeri Ketapang tersebut menjatuhkan sanksi pidana Pasal 231 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Dimana atas perkara tsb pada saat tahap penyidikan telah dimohonkan sita oleh Ditipter Bareskrim Polri kepada PN Ketapang.

Kemudian telah dikeluarkan penetapan sita oleh PN Ketapang, nomor 628/Pen.Pid/2021/PN/Ktp tanggal 19 Oktober 2021 dan 667/Pen.Pid/2021/PN.Ktp tanggal 23 November 2021 dimana dari dua penetapan tersebut diatas tidak dimohonkan oleh Ditipiter Bareskrim Polri dan tidak ditetapkan sita oleh PN Ketapang atas dua mulut terowongan tambang bawah tanah atau mulut tunel yang Bernama Yu Hou dan Mulut Tunel Ahin dan juga tidak dimohonkan sita dan tidak ditetapkan sita oleh PN Ketapang atas pabrik pengolahan dan pemurnian emas beserta perlengkapannya beserta gudang penyimpanan bahan peledak.

Bahwa berkenaan dengan pemasangan Police Line (Garis polisi-red) oleh Subidt 5 Ditipiter Bareskrim Polri, PT. SRM telah mendapatkan surat izin dari Kementerian esdm Dirjen Mineral dan Batu Bara agar berkoordinasi kepada Polri untuk melepas garis polisi tersebut.

Hingga berita ini ditulis Kadiv Humas Mabes Polri dan Hendro Wahyono, SH, sebagai pengacara dari PT. Sultan Rafli Mandiri belum bisa dikonfirmasi. (Zrn)

Respon (45)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!